Saturday, September 3, 2011

NASA: Tsunami Jepang Pecahkan Es Antartika

Liputan6.com, Washington DC: Peneliti AS mengatakan tsunami yang dihasilkan oleh gempa berkekuatan 8,8 SR pada 11 Maret silam di Jepang telah mematahkan potongan gunung es di Antartika sekitar 13.000 kilometer. Demikian yang dilaporkan laman NHK, Rabu (10/8).

Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengatakan hasil penelitian itu merupakan pengamatan yang pertama mengenai sebuah tsunami bisa menyebabkan retaknya es Antartika. NASA mengatakan, mereka mengamati keretakannya dari Sulzberger Ice Shelf dalam sebuah gambar yang diambil dari dua satelit tepat setelah gempa besar tersebut.

Gambar-gambar dari tanggal 16 Maret itu juga menunjukkan seluas 125 kilometer persegi gunung es baru mengambang di laut. Menurut NASA, gelombang tsunami yang mencapai Antartika hanya setinggi 30 sentimeter, tetapi gelombang itu kemungkinan berhasil mengenai rak es karena gelombang yang dihasilkan berkali-kali. Para ilmuwan juga mengatakan temuan ini sekaligus menggarisbawahi besarnya kekuatan tsunami di timur laut Jepang

Nasa Temukan Air Mengalir di Mars

 Liputan6.com, Los Angeles: Para ilmuwan NASA telah menemukan bukti baru bahwa air mengalir di Mars selama beberapa bulan yang paling hangat di Planet Merah itu. Menurut lembaga antariksa Amerika Serikat itu temuan ini mencuatkan kemungkinan bahwa mungkin ada kehidupan di sana.

NASA pertama kali menemukan bukti mengenai keberadaan air di Mars lebih dari satu dasawarsa lalu, tapi petunjuk awal ialah kebanyakan air tersebut beku dan terpusat di kedua kutubnya.

Citra yang dianalisis baru-baru ini dari NASA Reconnissance Orbiter yang telah mengelilingi planet tersebut memperlihatkan kondisi gelap yang mirip jari yang membentang di beberapa lereng Mars selama musim semi sampai musim panas, dan menghilang pada musim dingin.

"Ini adalah bukti terbaik yang kami miliki mengenai air cair yang muncul hari ini di Mars," kata ahli geofisik Philip Christensen di Arizona State University, di satu panel NASA yang mengumumkan temuan itu, sebagaimana dilaporkan Reuters, Jumat (5/8).

Para ilmuwan NASA meyakini bahwa jika mengalir, air cair ada di Mars, air itu akan sangat asin. Itu akan menjelaskan mengapa air tersebut tak membeku di bawah temperatur dingin di planet itu.

"Itu lebih mirip sirup, barangkali, dalam caranya mengalir," kata Alfred McEwen dari University of Arizona, Kepala Penyelidik bagi satelit NASA High Resolution Imagin Science Experiment.

"Air yang bersinar cerah dan mengalir di Mars --jika memang ada-- boleh jadi agak berbeda dibandingkan dengan air jernih", kata McEwen, pemimpin penulis laporan mengenai bukti air mengalir di Mars yang diterbitkan jurnal Science, edisi Kamis.

Lisa Pratt, ahli biokimia di Indiana University yang menjadi bagian dari panel NASA yang membahas hasil tersebut, mengatakan temuan itu penting.

"Itu adalah peluang pertama kali untuk melihat lingkungan hidup di Mars yang bisa memungkinkan penyampaian proses biologi aktif, jika ada kehidupan saat ini di Mars," kata Pratt.

Matahari Akan Lebih Dekat ke Bumi?


 Liputan6.com, Reading: Selama beberapa dekade, badai Matahari tampaknya semakin menganggu pesawat terbang dan luar angkasa, seperti disampaikan oleh para peneliti dari Reading University. Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Geophysical Research Letters ini memprediksi suatu saat Matahari akan mengalami pergeseran ke bawah dan menjadi lebih dekat dengan Bumi.

Kondisi itu akan menimbulkan radiasi berbahaya yang menjangkau Bumi. Tim peneliti mengatakan beberapa saat terakhir ini Matahari mencapai solar maksimum, yaitu suatu periode dimana lidah api dan bintik matahari akan mencapai aktivitas puncaknya. Fase ini mulai terjadi pada 1920-an dan sepanjang usia angkasa luar.

Profesor dari Reading University, Mike Lockwood, mengatakan seluruh bukti menunjukkan Matahari dalam waktu dekat tidak lagi mencapai solar maksimum dan aktivitas di kutub matahari malah akan mengalami penurunan. "Siklus puncak solar maksimum terjadi tiap 11 tahun, dan lingkaran bintik matahari lebih besar dan jangkauan lidah api serta aktivitas lainnya lebih luas," ujarnya.

Peningkatan radiasi akan menyebabkan masalah pada penerbangan dan teknologi komunikasi yang belum ada ketika lingkar matahari mengakhiri masa solar maximumnya. Penelitian mendasarkan temuannya pada bukti dari gunung es dan batang pohon yang kondisinya mirip dengan 10.000 tahuh lalu.

"Kami menggunakan data ini untuk menyatakan bahwa kombinasi yang tidak menguntungkan dari kondisi Matahari akan terjadi dalam beberapa dekade mendatang," kata Professor Lockwood seperti dikutip BBC Indonesia. Pertanyaannya hanya seputar bagaimana kemungkinan terburuk dari radiasi dan sampai kapan akan terjadi.

Astronot Temukan Planet Tergelap



    
Liputan6.com, Washington: Planet di luar tata surya yang gelap, bahkan lebih gelap dari sepotong batu bara, telah ditemukan para astronom. Planet sebesar Jupiter ini mengorbit bintangnya dengan jarak sekitar lima juta kilometer dan kemungkinan temperaturnya 1.200 derajat Celcius.

Planet ini mungkin terlalu panas untuk mendukung awan pemantul seperti terlihat di sistem tata surya, namun demikian tetap saja tidak bisa menjelaskan mengapa planet ini begitu gelap. Kajian ini akan diterbitkan di jurnal Monthly Notices of the Royal Astronomical Society.

Planet yang disebut TrES-2b ini ditemukan dalam survei eksoplanet Trans-Atlantik tahun 2006. Jaraknya dari bumi sekitar 750 tahun cahaya di konstelasi Draco. Planet ini terletak di jarak pandang teleskop angkasa Kepler yang tujuannya menemukan eksoplanet menggunakan pengukuran cahaya yang sangat sensitif.

Dengan menggunakan data selama empat bulan pertama dari Kepler, David Kipping, peneliti di Center for Astrophysics di Universitas Harvard dan David Spiegel dari Universitas Princeton mengkaji jumlah cahaya terpancar langsung dari TrES-2b.

Mereka mengukur jumlah cahaya dari "sisi malam" planet ketika langsung berada di depan bintangnya. Lalu membandingkan dengan cahaya dari "sisi gelap" sebelum melintasi bintangnya. Perbedaan keduanya kemudian diukur untuk mengetahui seberapa banyak sinar yang terpantul atau disebut albedo.

Dalam sistem tata surya, awan di Planet Jupiter memantulkan sinar 52 persen, Bumi memantulkan sinar 37 persen. Namun tampaknya planet TrES-2b memantulkan sinar kurang dari 1 persen sinar bintangnya. "Albedo ini lebih gelap dari pada cat acrylic atau batu bara. Aneh," ujar Dr Kipping kepada BBC.

Salah satu penjelasannya barangkali planet itu terlalu panas untuk mendukung awan pemantul yang mengelilingi planet seperti terlihat di sistem tata surya. Namun Kipping dan Spiegel mengatakan ini pun belum dapat akan menjelaskan mengapa TrES-2b begitu gelap. Tidak hanya karena planet gagal memantulkan sinar namun kemungkinan menyerap sinar itu, katanya.

Friday, September 2, 2011

Hotel Kapsul dari Jepang Mirip Peti Mati

Hotel kapsul ini adalah bentuk unik dari akomodasi yang dikembangkan untuk laki-laki Jepang yang terlalu sibuk untuk pulang. Hotel-hotel terdiri dari blok-blok individual kecil, tempat tinggal berukuran peti mati dengan ruang yang cukup untuk tidur. FAsilitas dalam kapsul termasuk TV, koneksi internet nirkabel, cermin dan jam alarm. Kapsul ditumpuk berdampingan di baris normal dengan satu unit di atas yang lain, dengan tangga akses ke kamar tingkat kedua. Kapsul yang disegel dengan pintu atau fasilitas tirai dan kamar mandi biasanya bersama. Kunci loker biasanya disediakan untuk setiap tamu untuk menjaga keamanan barang yang ditaruh di loker di luar kapsul.

Biaya sewa inap hotel kapsul ini adalah 2.500-4.000 Yen per malam (sekitar Rp.250.000 - Rp. 450.000). Hotel ini relatif murah buat orang Jepang, saat mereka kemaleman di jalan dan tidak ada lagi kereta untuk pulang, atau saat mereka habis minum-minum hingga larut malam..Hotel Kapsul juga populer di kalangan wisatawan dengan anggaran terbatas, saat resesi berlanjut di Jepang pada awal 2010, tamu hotel kapsul kian meningkat. bahkan tidak sedikit yang menyewa dengan hitungan per-bulan.


(click to show/hide)